Aku Bukan Dia

Aku menutup mataku dan mengusap peluh di dahiku. Perbincangan denganmu kali ini sangat menguras emosiku. Aku, yang biasanya tenang dan tanpa emosi, dibuatmu menjadi sangat amat pemarah.
Apa salah jika aku memintamu untuk melupakannya? Melupakannya. Bukan mulai melupakannya. Aku lelah dengan semua alasanmu, dengan semua omong kosongmu yang hanya menyakiti hatiku.
Dulu aku selalu percaya semua kata-katamu. Semua, apa perlu kuulangi dan kupertegas?
"Tenanglah, aku sudah belajar mengikhlaskannya.."
"Aku sudah muak dipermainkan olehnya. Mungkin ini saatnya aku pergi darinya."
"Aku sudah tidak terlalu memikirkannya."
Ya, selalu kalimat itu yang kau ungkapkan setiap aku memintamu meninggalkannya, Memintamu melupakan semua tentangnya.
Berat memang, tapi aku selalu berusaha mempercayaimu. Mempercayai setiap kata yang kau ucapkan. Mencoba mengerti apa yang kau rasakan.
Naif? Ya, sangat.

Aku tidak pernah melakukan banyak hal untuk laki-laki sembarang. Bahkan aku hanya berkorban untuk cinta pertamaku. Dan itu sudah sangat lama.
Bahkan aku lupa rasanya tersenyum dengan tulus saat diberi perhatian, lupa bagaimana aku bisa melakukan hal bodoh untuk menunjukkan segala hal padanya, tapi sepertinya amnesia sementaraku telah kamu sembuhkan.
Kamu, dengan bermodal ketulusan mulai mengisi hari-hariku. Ya, dipenuhi canda, tawa, perhatian, kasih sayang, dan ah apa mungkin cinta?

Aku mulai merasakan hal yang dulu aku lupakan. Aku mulai mengingat rasanya ingin melakukan sesuatu untuk laki-laki. Karena kamu.

Kamu telah menjadi penawar luka dan dendam di hatiku. Kamu telah membuatku melupakan segala luka dan berani melakukan hal bodoh untuk membuktikan kepedulianku padamu. Singkat kata, aku mencintaimu.

Tapi, apakah khayalanku akan berakhir dengan indah?
Sayangnya kamu telah memilikinya, dia yang mengisi relung hatimu dengan amat sangat dalam. Dia yang telah mengukir namanya di hatimu dengat sangat kuat.
Lalu, aku bisa apa?

Aku hanya hidup dibawah bayang-bayang dirinya. Kemanapun dia pergi, selalu aku disana, bukan secara realita, namun kamu menganggapku begitu.
Aku seperti tabung oksigen bagimu, yang hanya dicari saat kamu kehilangan oksigen di udara.. Ya, oksigen itu dia.
Aku hanya pilihan keduamu disaat dia telah membuangmu.

Jadi, akankah aku sekekal dia? Ah, aku bukan dia. Aku hanya bayangannya bagimu. Selalu.

Selasa, 03 September 2013 0 komentar

0 komentar:

Posting Komentar

My MP3

Free Music Online
Free Music Online

free music at divine-music.info